Sesuai dengan pengertian penyesuaian diri yang dulu sudah dibahas, penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap diri dan lingkungannya.
Masyarakat amat menentukan bagi penyesuaian diri anak, karena sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di rumah. Dan rumah mereka berada di lingkungan masyarakat. Banyak hal-hal yang terdapat di lingkungan masyarakat, yang dapat menimbulkan kesulitan terhadap penyesuaian diri anak dan perkembangannya. Pengaruh film-film, TV, bacaan porno, pergaulan bebas dan kekerasan serta tingkah laku yang bertentangan dengan pancasila, menimbulkan hal-hal yang negatif bagi anak dan remaja. Mereka akan meniru perbuatan-perbuatan negatif dari hasil totonan dan bacaan tersebut dengan mudah, padahal di sekolah atau di kegiatan lainnya seperti keagamaan mereka diajarka norma-norma kesusilaan yang cocok dengan nilai-nilai pancasila itu.
Akibatnya menimbulkan pertentang bathin (konflik mental) pada anak-anak dan remaja. Kalau demikian halnya maka anggota masyarakat dan orang dewasa pada umumnya mempunyai tanggung jawab moral terhadap pembinaan anak didik, disamping guru dan orang tua. Pemerintah dan masyarakat yang bijaksana akan menciptakan situasi yang baik bagi tercapainya tujuan pendidikan dengan jalan menghindarkan hal-hal yang negatif pada anggota masyarakat dan kegiatan-kegiatannya.
Beberapa persoalan dalam rangka penyesuaian diri ini antara lain:
1. Bagaimana menimbulkan jiwa pemimpin bagi anak dan remaja.
Hal ini ditentukan oleh faktor “aku” pada diri anak dan bimbinga orang dewasa .Jika orang dewasa memberikan kesempatan untuk berkembang jiwa kepemimpinannya, antara lain dengan memberikan kebebasan mengeluarkan pendapat, menciptakan situasi yang demokratis dan adanya sarana untuk itu, maka akan tumbuh calon-calon pemimpin yang baik. Tatapi apabila orang dewasa menampakan “rasa aku” dan kekuasaannya, maka hal itu akan mematikan bakat memimpin bagi remaja.
2. Anak dan remaja harus belajar mentaati norma-norma agama, dan aturan-aturan masyarakat, serta perturan pemerintah, tata tertib sekolah dan orang tuanya.
Hal ini banyak bergantung dari contoh-contoh orang dewasa sendiri. Artinya jika orang dewasa sudah biasa mentaati segala norma dan peraturan tersebut di atas tentu anak dan remaja akan pula mentaatinya. Dan yang pokok bahwa pendidikan agama, pendidikan kemasyarakatan, hukum dan sebagainya harus pula secara sistematis diajarkan kepada mereka di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat.
3. Menghindarkan konflik psikis yang ditimbulkan oleh adanya pertentangan antara keinginan remaja dengan tuntutan masyarakat.
Mana yang benar antara keinginan remaja atau tuntutan masyarakat. Selamanya kita berasumsi bahwa tuntutan masyarkat itu adalah sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Kalau demikian maka meluruskan keinginan anak remaja itu akan lebih mudah sebab sudah ada alat pengukurnya. Artinya jika keinginan bertentangan dengan pancasila, maka keinginan itu harus diusahakan supaya dapat selaras dengan landasan Negara itu.
Jika terjadi terus menerus konflik pada diri anak ramaja yakni antara keinginannya dengan masyarakat, maka akan timbul tingkah laku malajudment (salahsuai) yang pada gilirannya akan menimbulkan tingkah laku negatif seperti menentang atau bermusuhan dengan lingkungan, mengganggu ketertiban umum, melanggar norma agama dan masyarakat dan sebagainya lagi: tingkah laku mana sering disebut kenakalan atau kejahatan. Salah satu bentuk manifesti dari penentangan terhadap lingkungan adalah geng remaja.
Saat ini geng remaja sudah menjurus ke hal-hal yang negatif, seperti perkelahian massal, minuman keras, memakai narkoba, melakukan kejahatan seks dan perampokan. Di Jerman saat ini berkembang pula geng skin head (kepala botak) yang anti etnis dan agama islam kegiatannya ditujukan kepada orang-orang Turki dan imigran islam dengan cara terror bom, melempar dan membakari rumah. Namaun pertentangan antar geng lainnya juga sering terjadi.